08.54

ASKEP Autisme Pada Anak

ASKEP AUTISME PADA ANAK

A.    PENGERTIAN
Ø  Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996 : 305)
Ø  Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30 bulan. (Behrman, 1999: 120)
Ø  Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif. (Sacharin, R, M, 1996: 305)
Ø  Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal

B.     INSIDEN
Autisme didapatkan pada sekitar 20 per 10.000 penduduk, dan pria lebih sering dari wanita dengan perbandingan 4:1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Beberapa penyakit sistemik, infeksi dan neurologis menunjukkan gejala-gejala seperti-austik atau memberi kecendrungan penderita pada
perkembangan gejala austik. Juga ditemukan peningkatan yang berhubungan dengan kejang


C.    JENIS- JENIS AUTISME
Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah lingkup PDD (Perpasive Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder).


Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di bawah lingkup PDD, yaitu:
1.      Autistic Disorder (Autism) Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas.
2.      Asperger’s Syndrome Hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.
3.      Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified (PDD-NOS) Merujuk pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome).
4.      Rett’s Syndrome Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya; kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia 1 – 4 tahun.
5.      Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.

D.    ETIOLOGI
Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.
Penyebab Autisme diantaranya :
a.     Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot) terutama pada keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan kemampuan bicara).
b.    Kelainan kromosom (sindrom x yang mudah pecah atau fragil).
c.     Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
d.    Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum, keadaan tidak menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf, perubahan struktur serebellum, lesi hipokompus otak depan.
e.     Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan gangguan sensori serta kejang epilepsi
f.     Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak
g.    Gambaran Autisme pada masa perkembangan anak dipengaruhi oleh
Pada masa bayi terdapat kegagalan mengemong atau menghibur anak, anak tidak berespon saat diangkat dan tampak lemah. Tidak adanya kontak mata, memberikan kesan jauh atau tidak mengenal. Bayi yang lebih tua memperlihatkan rasa ingin tahu atau minat pada lingkungan, bermainan cenderung tanpa imajinasi dan komunikasi pra verbal kemungkinan terganggu dan tampak berteriak-teriak.
h.     Pada masa anak-anak dan remaja, anak yang autis memperlihatkan respon yang abnormal terhadap suara anak takut pada suara tertentu, dan tercengggang pada suara lainnya. Bicara dapat terganggu dan dapat mengalami kebisuan. Mereka yang mampu berbicara memperlihatkan kelainan ekolialia dan konstruksi telegramatik. Dengan bertumbuhnya anak pada waktu berbicara cenderung menonjolkan diri dengan kelainan intonasi dan penentuan waktu. Ditemukan kelainan persepsi visual dan fokus konsentrasi pada bagian prifer (rincian suatu lukisan secara sebagian bukan menyeluruh). Tertarik tekstur dan dapat menggunakan secara luas panca indera penciuman, kecap dan raba ketika mengeksplorais lingkungannya.
Pada usia dini mempunyai pergerakan khusus yang dapt menyita perhatiannya (berlonjak, memutar, tepuk tangan, menggerakan jari tangan). Kegiatan ini ritual dan menetap pada keaadan yang menyenangkan atau stres. Kelainann lain adalh destruktif , marah berlebihan dan akurangnya istirahat. 
Pada masa remaja perilaku tidak sesuai dan tanpa inhibisi, anak austik dapat menyelidiki kontak seksual pada orang asing

E.     MANIFESTASI KLINIS
Ø  Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal meliputi kemampuan berbahasa mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat berbicara. Menggunakan kata kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan.Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain (“bahasa planet”). Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai. Ekolalia (meniru atau membeo), menirukan kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya. Bicaranya monoton seperti robot. Bicara tidak digunakan untuk komunikasi dan imik datar
Ø  Gangguan dalam bidang interaksi sosial meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknya. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat bermain bila didekati malah menjauh. Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan orang lain dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.
Ø  Gangguan dalam bermain diantaranya adalah bermain sangat monoton dan aneh misalnya menderetkan sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mainan mobil dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada kelekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, tetapi lebih menyukai benda yang kurang menarik seperti botol, gelang karet, baterai atau benda lainnya Tidak spontan, reflek dan tidak dapat berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi sulit mengubah rutinitas sehari hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.
Ø  Gangguan perilaku dilihat dari gejala sering dianggap sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datang, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari, berlari-lari tak tentu arah. Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti diri sendiri seperti memukul kepala atau membenturkan kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong dengan tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.
Ø  Gangguan perasaan dan emosi dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum)bila keinginannya tidak didapatkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.. Tidak dapat berbagi perasaan (empati) dengan anak lain
Ø  Gangguan dalam persepsi sensoris meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya, pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Meraskan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu. Tidak menyukai rabaan atau pelukan, Bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan.
Ø  Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional. Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan non-verbal, karena terdapat gangguan bahasa. Didapatkan IQ di bawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ di atas 100. Anak autis sulit melakukan tugas yang melibatkan pemikiran simbolis atau empati. Namun ada yang mempunyai kemampuan yang menonjol di suatu bidang, misalnya matematika atau kemampuan memori. Sekitar seperlima anak autis berdeteriorasi bidang kognitifnya pada usia remaja.
Ciri yang khas pada anak yang austik :
a.       Defisit keteraturan verbal
b.      Abstraksi, memori rutin dan pertukaran verbal timbal balik
c.       Kekurangan teori berfikir (defisit pemahaman yang dirasakan atau dipikirkan orang lain).
Menurut Baron dan kohen 1994 ciri utama anak autisme adalah:
a.       Interaksi sosial dan perkembangan sossial yang abnormal
b.      Tidak terjadi perkembangan komunikasi yang normal
c.       Minat serta perilakunya terbatas, terpaku, diulang-ulang, tidak fleksibel dan tidak imajinatif.
Ketiga-tiganya muncul bersama sebelum usia 3 tahun.

Tanda autis berbeda pada setiap interval umurnya :
a.       Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau dipeluk atau menjadi tegang bila diangkat ,cuek menghadapi orang tuanya, tidak bersemangat dalam permainan sederhana (ciluk baa atau kiss bye), anak tidak berupaya menggunakan kat-kata. Orang tua perlu waspada bila anak tidak tertarik pada boneka atau binatan gmainan untuk bayi, menolak makanan keras atau tidak mau mengunyah, apabila anak terlihat tertarik pada kedua tangannya sendiri.
b.      Pada usia 2-3 tahun dengan gejala suka mencium atau menjilati benda-benda, disertai kontak mata yang terbatas, menganggap orang lain sebagai benda atau alat, menolak untuk dipeluk, menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi lemas, serta relatif cuek menghadapi kedua orang tuanya.
c.       Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan orang tua bahwa anak merasa sangat terganggu bila terjadi rutin pada kegiatan sehari-hari. Bila anak akhirnya mau berbicara, tidak jarang bersifat ecolalia (mengulang-ulang apa yang diucapkan orang lain segera atau setelah beberapa lama), dan anak tidak jarang menunjukkan nada suara yang aneh, (biasanya bernada tinggi dan monoton), kontak mata terbatas (walaupun dapat diperbaiki), tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga berkurang, melukai dan merangsang diri sendiri.

F.     PATOFIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan. Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan. Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses memori).
Penelitian pada monyet dengan merusak hipokampus dan amigdala mengakibatkan bayi monyet berusia dua bulan menunjukkan perilaku pasif-agresif. Mereka tidak memulai kontak sosial, tetapi tidak menolaknya. Namun, pada usia enam bulan perilaku berubah. Mereka menolak pendekatan sosial monyet lain, menarik diri, mulai menunjukkan gerakan stereotipik dan hiperaktivitas mirip penyandang autisme. Selain itu, mereka memperlihatkan gangguan kognitif.
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan, radiasi, serta ko kain.

G.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
·         Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal
·         The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
·         The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
·         The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.

H.    PENATALAKSANAAN MEDIS
Umumnya terapi yang diberikan ialah terhadap gejala, edukasi dan penerangan kepada keluarga, serta penanganan perilaku dan edukasi bagi anak. Manajemen yang efektif dapat mempengaruhi outcome. Intervensi farmakologis, yang saat ini dievaluasi, mencakup obat fenfluramine, lithium, haloperidol dan naltrexone. Terhadap gejala yang menyertai.
Terapi anak dengan autisme membutuhkan identifikasi dini. Intervensi edukasi yang intensif, lingkungan yang terstruktur, atensi individual, staf yang terlatih baik, peran serta orang tua dapat meningkatkan prognosis.
Terapi prilaku sangat penting untuk membantu para anak autis untuk lebih bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat. Bukan saja guru yang harus mnerapkan terapi prilaku pada saat belajar, namun setiap anggota keluarga di rumah harus bersikap sama dan konsisten dalam menghadapi anak autis. Terapi prilaku terdiri dari terapi wicara, terapi okupasi, dan menghilangkan prilaku yang asosial.
Dalam terapi farmakologi dinyatakan belum ada obat atau terapi khusus yang menyembuhkan kelainan ini. Medikasi (terapi obat) berguna terhadap gejala yang menyertai, misalnya haloperidol, risperidone dan obat anti-psikotik terhadap perilaku agresif, ledakan-ledakan perilaku, instabilitas mood (suasana hati). Obat antidepresi jenis SSRI dapat digunakan terhadap ansietas, kecemasan, mengurangi stereotip dan perilaku perseveratif dan mengurangi ansietas dan fluktuasi mood. Perilaku mencederai diri sendiri dan mengamuk kadang dapat diatasi dengan obat naltrexone.


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME

1.      Pengkajian
a.       Riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga.
b.      Riwayat keluarga yang terkena autisme.
c.       Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan.
·         Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
·         Cedera otak
d.      Status perkembangan anak.
·         Anak kurang merespon orang lain.
·         Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
·         Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
·         Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
·         Keterbatasan Kongnitif.
e.       Pemeriksaan fisik
·         Tidak ada kontak mata pada anak.
·         Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh).
·         Terdapat Ekolalia.
·         Tidak ada ekspresi non verbal.
·         Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
·         Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
·         Peka terhadap bau.

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk percaya pada orang lain.
b.      Hambatan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan ransangan sensori tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan mengungkapkan perasaan.
c.       Risiko tinggi cidera : menyakiti diri berhubungan dengan kurang pengawasan.
d.      Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.


3.      Intervensi
a.      Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk percaya pada orang lain.
Tujuan : Klien mau memulai interaksi dengan pengasuhnya
Intervensi: :
ü  Batasi jumlah pengasuh pada anak.
ü  Tunjukan rasa kehangatan/keramahan dan penerimaan pada anak.
ü  Tingkatkan pemeliharaan dan hubungan kepercayaan.
ü  Motivasi anak untuk berhubungan dengan orang lain.
ü  Pertahankan kontak mata anak selama berhubungan dengan orang lain.
ü  Berikan sentuhan, senyuman, dan pelukan untuk menguatkan sosialisasi.
b.      Hambatan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan ransangan sensori tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan mengungkapkan perasaan.
Tujuan : Klien dapat berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan kepada orang lain.
Intervensi :
o   Pelihara hubungan saling percaya untuk memahami komunikasi anak.
o   Gunakan kalimat sederhana dan lambang/maping sebagai media.
o   Anjurkan kepada orang tua/pengasuh untuk melakukan tugas secara konsisten.
o   Pantau pemenuhan kebutuhan komunikasi anaksampai anak menguasai.
o   Kurangi kecemasan anak saat belajar komunikasi.
o   Validasi tingkat pemahaman anak tentang pelajaran yang telah diberikan.
o   Pertahankan kontak mata dalam menyampaikan ungkapan non verbal.
o   Berikan reward pada keberhasilan anak.
o   Bicara secara jelas dan dengan kalimat sederhana.
o   Hindari kebisingan saat berkomunikasi.
c.       Risiko tinggi cidera : menyakiti diri berhubungan dengan kurang pengawasan.
Tujuan : Klien tidak menyakiti diriya.
Intervensi :
Ø  Bina hubungan saling percaya.
Ø  Alihkan prilaku menyakiti diri yang terjadi akibat respon dari peningkatan kecemasan.
Ø  Alihkan/kurangi penyebab yang menimbulkan kecemasan.
Ø  Alihkan perhatian dengan hiburan/aktivitas lain untuk menurunkan tingkat kecemasan.
Ø  Lindungi anak ketika prilaku menyakiti diri terjadi.
Ø  Siapkan alat pelindung/proteksi.
Ø  Pertahankan lingkungan yang aman.
d.      Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.
Tujuan : Kecemasan berkurang/tidak berlanjut.
Intervensi :
Ø  Tanamkan pada orang tua bahwa autis bukan aib/penyakit.
Ø  Anjurkan orang tua untuk membawa anak ke tempat terapi yang berkwalitas baik serta melakukan secara konsisten.
Ø  Berikan motivasi kepada orang tua agar dapat menerima kondisi anaknya yang spesial.
Ø  Anjurkan orang tua untuk mengikuti perkumpulan orang tua dengan anak autis, seperti kegiatan Autis Awareness Festifal.
Ø  Berikan informasi mengenai penanganan anak autis.
Ø  Beritahukan kepada orang tua tentang pentingnya menjalankan terapi secara konsisten dan kontinue.
















DAFTAR PUSTAKA

Sacharin, r.m, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta
Behrman, Kliegman, Arvin, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15, Alih Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta 
Yupi Supartini, 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

0 komentar:

Posting Komentar